Riset ini (survei dan wawancara) dilakukan pada September dan Oktober 2022 terhadap 852 jurnalis perempuan dari 34 provinsi di Indonesia. Temuannya sangat memprihatinkan: sebanyak 82,6% responden pernah mengalami kekerasan seksual sepanjang karier jurnalistik mereka.
Kekerasan seksual ini mencakup pelecehan seksual (sexual harassment) maupun serangan seksual (sexual assault), yang terjadi di kantor maupun luar kantor saat melakukan kerja jurnalistik.
Pelecehan seksual (terjadi secara luring dan daring) terdiri dari komentar kasar atau menghina bersifat seksual, body shaming (ejekan/komentar negatif tentang bentuk tubuh), pesan teks maupun audio visual yang bersifat seksual dan eksplisit, serta catcalling (pelecehan seksual melalui ekspresi verbal di tempat umum).
Sementara, serangan seksual (terjadi secara luring saja) terdiri dari mengalami sentuhan fisik bersifat seksual yang tidak diinginkan, dipaksa menyentuh atau melayani keinginan seksual pelaku, dan dipaksa melakukan hubungan seksual.
Dari 10 jenis kekerasan itu, jenis yang paling banyak dialami jurnalis perempuan adalah (1) body shaming secara luring (58,9% dari total responden), (2) catcalling secara luring (51,4%), (3) body shaming secara daring (48,6%), (4) menerima pesan teks maupun audio visual yang bersifat seksual dan eksplisit secara daring (37,2%).
Laporan lengkapnya bisa diunduh melalui tautan Download di halaman ini.
Jl. Lempongsari Raya
Gg. Masjid RT. 9 RW. 37
No. 88B, Jongkang Baru, Sariharjo, Ngaglik, Sleman DIY, 55581.